March 13, 2009

Cerita Sang Peniup Seruling

Cerita Sang Peniup Seruling
(Maria E Murniati)

Alur biduk membawa dirinya ke dalam sukma yang tak teraba
Terbalut setan-setan lama yang menghadirkan nestapa
Kefasikan ini meremukan sebuah gada besi yang ditempa
Menghadirkan siluet-siluet dendam bersama tawa iba

Sesosok badan kecil dengan tangan yang mungilnya melambai
Dan kaki kecilnya berlari menjangkau harapan yang tak mungkin tergapai
Tetesan mutiara jatuh bersama teman-temannya
Membuat bola mata yang bulat itu ak lagi memancarkan sinarnya yang hangat

Ditiupnya seruling pada senja yang sendu
Saat mega-mega berarak menyibak waktu
Dan langit yang mendung terkoyak sampai semesta membiru
Kulihat lukisan bibir di wajah itu tersenyum kaku
Terasa begitu dingin sampai angin-angin pun terpaku
Penuh tanya akan iba yang mengguyur balutan kecil itu

Ceritanya padaku ...
Hidupnya seperti perahu yang ditambatkan
Tetapi terus mengapung terbawa arus ke masa silam
Ada tangan melambai namun tiada pertolongan
Di dalam lorong panjang yang hanya berkelok tanpa kepastian
Harga jiwa juga terus dipirkan
‘Masihkah ada?’
Pertanyaan ini terus menggelepar tanpa belas dan pilihan
Bagai nada-nada di bawah lapisan es yang tak pernah mengenal sang surya
Bagai kata-kata yang terucap dan bergaung tanpa tahu akan adanya makna
Bagai seorang peniup seruling yang dengan semangat menciptakan nada
Namun tersayat, tak tahu lubang mana yang harus ditutupnya
Tetapi, ‘mereka’ melihat,
‘mereka’ tahu jawabnya,
‘mereka’ seperti saksi mata namun tanpa mata
Atau, ”kamikah yang kasat mata?”

Kucoba meniup seruling di tepian padang yang menggerakkan rumput-rumput dengan pemandangan yang nista
Langit pun turut digelapkan dengan asap yang membumbung dan menyeret setiap khayal yang dengan lunglainya terbang
Tapi apa yang kudapat?
Tak ada nada-nada yang mau menampakkan dirinya di setiap hembusan nafas yang kukorbankan

Sia-sia pikirku ..
Kuambil saja partitur itu dan kucoret dengan darah yang mengucur dari peluhku
Kuhempas pandangan ke jendela waktu
Kusaksikan kereta bersama kudanya tesendat membawa mereka bersama bantalan nasib mereka yang penuh tanda tanya bahkan tak pernah ada titik
Kucermati kusir kereta kuda itu
Bukan orang asing, bukan juga seperti peniup-peniup seruling itu
Kusudutkan mataku dan kini silau dengan wajah kusir itu
Namanya pun kini membanjiri setiap sel otakku

Ya,, penguasa itu...
Penguasa yang terus datang dan pergi
Dan kini ia pergi membawa mereka
Membawa pergi ceritanyaNamun, cerita saya yang sayang ini, masih ada ...

No comments:

Post a Comment

want to know me ??

My photo
WestCape, DKI Jakarta, Indonesia
next time i will tell u everything abaut me that u want to know, U-Know ..